Jakarta (Pasutri - Couples) - Kita hanya akan pokrol bambu atau debat kusir, kalau standarisasi kesetaraan tidak dibuat secara matematis dan sistematis. Hal ini sudah menjadi biasa, jika standarnya tidak baku, setiap orang akan mencoba untuk menginterpretasikan sendiri-sendiri nilai-nilai kesetaraan gender tersebut.
Agar kesetaraan gender dapat terukur, maka kita selayaknya membuatnya secara matematis dan sistematis, mengingat ilmu pengetahuan untuk mendukung penelitian semacam itu sudah sangat terbuka lebar.
Mengapa terjadi polemik yang tidak habis-habisnya, karena selama ini tanggung jawab yang dahulu dibagi secara wilayah, "Kepala Rumah Tangga" sebagai "Pencari Nafkah", sementara "Wakil Kepala Rumah Tangga" mengasuh anak-anak.
Dengan adanya sarana-sarana baru, dimana wanuta tidak lagi harus terikat di rumah untuk Mengasuh Anak-anaknya, maka pembagian berdasarkan wilayah terlihat kurang adil.
Agar netralitas dapat dikedepankan, harus melihat pada sebuah esensi kehidupan, dimana apakah itu wanita atau pria Pencari Nafkah harus memiliki nilai tambah terlebih dahulu.
Nilai tambah "Pencari Nafkah" harus dihitung pula, sebab tanpa adanya nafkah tersebut, tidak akan ada kehidupan rumah tangga itu sendiri.
Selanjutnya variabel kalori, dan nilai tambah tersebut dapat dijadikan patokan perhitungan matematis, dan distematis tersebut.
Dengan demikian, sepertinya setiap subjek gender dapat menghitung ketimpangan, antara dirinya dengan pasangannya.
Foto : Istimewa
Terus Membaca
Twitter : @Pasutri - Instagram : @xpasutri - Tik tok : @pasangansuamiistri - www.pasutri.web.id
Labels:
Susu Kaleng
Thanks for reading Susu Kaleng 4.1 : Standarisasi Pekerjaan Sebuah Keluarga. Please share...!
0 Komentar untuk "Susu Kaleng 4.1 : Standarisasi Pekerjaan Sebuah Keluarga"