Jakarta (Pasutri - Couples) - Setelah zaman Ibu Kartini, sebenarnya wanita Indonesia barangsur-angsur sudah mendapat kesempatan untuk memiliki hak kedudukan yang sama dengan pria. Apalagi terbukti, bahwa presiden kita ke-lima adalah seorang wanita.
Dengan fakta tersebut, maka tidak ada alasan bahwa adanya diskriminasi gender dalam perpolitikan di Indonesia. Artinya, seorang wanita untuk mencapai kedudukan tertinggi, dalam peta perpolitikan harus pula dapat berperan sebagai politikus negarawan atau pun politikus politisi. Hal ini sama dan sebangun dengan apa yang dilakukan oleh pria dalam meraih sukses dalam perpolitikan.
Jadi kalau ada pemikiran mengenai kuota di DPR, itu sama saja memberikan dispensasi kepada subyek, yang katanya memperjuangkan dispensasi untuk berpolitik. Dengan demikian konsepnya, maka perjuangan emansipasi tidak saja menuntut kesetaraan, melainkan ingin menjadi superior dalam tataran aturan.
Dengan masuknya wanita ke kancah perpolitikan, kita akan lebih jelas melihatnya. Bahwa wanita memang sama dengan pria. Karena secara langsung, hal tersebut akan menumbangkan images wanita yang sejak dahulu ditempatkan pada subyek yang lemah lembut, halus, jujur, rapi dan dewasa.
Di lain pihak, kita sama-sama tahu bahwa moto politik yang paling terkenal adalah "tidak ada teman yang abadi, tidak ada lawan yang abadi". Di negara yang paling demokrasi sekalipun, untuk memenangkan kursi kepemimpinan, perlu kepiawaian, kalau tidak mau disebut dengan tipu muslihat, untuk menyingkirkan lawan-lawannya.
Dispensasi politik terjemahan lugasnya adalah dispensasi kekuasaan. Jadi ini hanya merupakan tipu muslihat untuk meraih kekuasaan politik, tanpa harus mengasah kapabilitas politiknya. Dimana, yang sama-sama kita tahu, bahwa kekuasaan mempunyai lingkup yang luas dan kompleks, dalam prakteknya.
Dengan permintaan dispensasi politik, terlihatlah bagaimana piawainya kelompok wanita untuk memenangkan pertarungan politik yang keras, melalui perang opini permohonan subyek-subyek yang menempatkan dirinya seolah-olah sebagai kaum lemah.
Secara pemiikiran, hal ini yang dapat dikatakan strategi yang lebih maju, dibanding pria yang sudah terbiasa dengan gontok-gontokan adu konsep.
Sudah selayaknya, mulai sekarang pria melihat dispensasi gender dengan lebih jeli. Jangan sampai terjebak pada opini, hanya karena ingin disebut sebagai seorang yang "gentle man" maka ia menuruti saja apa kata wanita.
Foto : Istimewa
Twitter : @Pasutri
Instagram : @igpasutri
www.pasutri.web.id
Labels:
Sosial Politik Pasutri
Thanks for reading Susu Kaleng 14.2 : Dispensasi Politik. Please share...!
0 Komentar untuk "Susu Kaleng 14.2 : Dispensasi Politik"